PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER

Sabtu, 10 April 2010

Oleh: Shintawati (Staf dept mutu JSIT Indonesia)

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat dinamis, selalu bergerak, selalu terjadi perubahan dan pembaharuan. Sekolah seolah terus berpacu memunculkan dan mengejar keunggulannya masing-masing. Memasuki Era Globalisasi menjadi satu tantangan tersendiri bagi pengelola pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dan sarana pendidikan mereka dengan berbagai teknologi canggih agar bisa menghasilkan siswa yang mampu bersaing di Era ‘Global Village'.

Ditengah begitu semangatnya berbagai lembaga pendidikan mengejar keunggulan teknologi, terbersit satu pertanyaan, ‘sebesar itu jugakah semangat kita untuk mengejar keunggulan karakter siswa-siswa kita?'


Mengapa Karakter?

Beberapa hadits berikut menunjukkan betapa pentingnya sekolah-sekolah kita untuk memperhatikan masalah pembentukan akhlak pada anak-anak didiknya:

"innama bu'itstu liutammima makaarimal akhlaaq"
Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR Malik)

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi."

Sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk akhlak/karakter siswa. Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas akhlak/ karakter sebagai salah satu Quality Assurance yang harus dimiliki oleh setiap lulusan sekolahnya.

Tentunya kita semua berharap siswa-siswi yang dididik di sekolah kita menjadi hamba Allah yang beriman, sebagaimana pemerintah kita mencanangkan dalam Pasal 3 UU No. 20/2003, bahwa:

‘Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab'. Dan sekarang resapilah hadits berikut:

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka." (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah)

Jika ternyata baiknya akhlak menjadikan sempurnanya iman, maka tidak ada alasan bagi sekolah kita untuk menomor duakan keseriusan dalam upaya pembentukan akhlak/karakter dibanding keseriusan mengejar keunggulan teknologi. Bahkan yakinlah, bahwa jika anak didik kita memiliki akhlak/karakter yang baik, insya Allah merekapun akan lebih mudah kita pacu untuk mengejar prestasi lainnya.

Tak kurang, para peneliti, dan tokoh kelas dunia pun dengan jelas ikut menyuarakan pentingmya masalah pembentukan karakter ini:

Theodore Roosevelt, mantan presiden USA yang mengatakan: "To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society" (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu "education without character" (pendidikan tanpa karakter)

Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:

90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)‏

Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!

Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .

Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.

Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja
2. ketidak jujuran yang membudaya
3. semakin rendah rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figure pemimpin,
4. meningkatnya kecurigaan dan kebencian
5. penggunaan bahasa yang memburuk
6. penurunan etos kerja
7. menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga negara
8. meningginya perilaku merusak diri
9. semakin kaburnya pedoman moral.

Jika kita cermati satu persatu tanda-tanda kehancuran di atas, berapa point yang sudah muncul di bangsa kita? Sepertinya kita sepakat bahwa seluruhnya sudah tampak di bangsa kita!

Akankah bangsa kita mengalami kehancuran? Jawabannya adalah ‘YA' bila bangsa kita tidak melakukan perbaikan. Dan kita para pengelola sekolah dan para pendidik harus ikut melakukan langkah perbaikan. Inilah peran strategis yang harus kita ambil, MELAKUKAN PEMBINAAN AKHLAK UNTUK MENGHINDARKAN BANGSA DARI KEHANCURAN!


Peran Sekolah

"FithrataLlahil latii fatharan naasa ‘alaiha. Laa tabdiila likhalqiLlah."

"...(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah..." (Ar Rum:30)

"Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun." (HR Bukhari)

Pendidikan menurut Pasal 1 Butir 1 UU 20/2003: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara".


Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Sedangkan menurut Imam Ghazali karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Membentuk karakter tidak semudah memberi nasihat, tidak semudah member instruksi, tetapi memerlukan kesabaran, pembiasaan dan pengulangan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang telah dikutip sebelumnya:

"Ilmu diperoleh dengan belajar, dan sifat santun diperoleh dengan latihan menjadi santun." (HR Bukhari)

Sehingga proses pendidikan karakter merupakan keseluruhan proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral.

Pendidikan Karakter pada Sekolah Islam Terpadu (SIT)
Sekolah Islam Terpadu menjadikan pendidikan karakter sebagai pilar utama dalam proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, SIT mengembangkan prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:

Menjadikan Islam sebagai landasan filosofis.

Mengintegrasikan nilai Islam ke dalam bangunan kurikulum.

Menerapkan dan mengembangkan metode pembelajaran untuk mencapai optimalisasi proses belajar mengajar.

Mengedepankan qudwah hasanah dalam membentuk karakter peserta didik.

Menumbuhkan biah solihah dalam iklim dan lingkungan sekolah: menumbuhkan kemaslahatan dan meniadakan kemaksiatan dan kemungkaran.

Melibatkan peran-serta orangtua dan masyarakat dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Mengutamakan nilai ukhuwwah dalam semua interaksi antar warga sekolah.
Membangun budaya rawat, resik, rapih, runut, ringkas, sehat dan asri.

Menjamin seluruh proses kegiatan sekolah untuk selalu berorientasi pada mutu.

Menumbuhkan budaya profesionalisme

Nilai-nilai Islam menjadi inspirasi dan sekaligus pemandu utama dalam penyelenggaraan pendidikan di SIT. SIT meyakini bahwa pendidikan Islam akan mampu:

Membentuk sikap dan kepribadian yang kuat berdasarkan prinsip-prinsip nilai keilahiyahan. Dengan aqidah yang benar, seorang muslim akan mampu menunjukkan sikapnya yang tegar, tsabat, istiqomah dan selalu berfihak dan membela al Haq.

Memompa semangat keilmuan dan karya. Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu berfikir dan berkarya. Doktrin Islam adalah: "sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling memberi manfaat bagi orang lain".

Membangun karakter/pribadi yang saleh : selalu menegakkan nilai-nilai dan praktek ibadah. Pendidikan agama Islam mendidik dan mendisiplinkan pemeluknya untuk selalu taat beribadah kepada Allah SWT. Dengan perilaku ibadah yang bersih, niscaya akan terbentuk karakter muttaqien, selalu menjauhi perilaku negatif dan destruktif.

Membangun Sikap Peduli: Islam selalu mengajarkan sikap peduli kepada orang lain, hewan dan lingkungan. Sikap peduli akan melahirkan sikap yang selalu membangun dan memecahkan segala permasalahan sosial.

Membentuk pandangan yang visioner, berfikir, bekerja dan bertindak untuk kepentingan masa depan.


Bagaimana menerapkan pendidikan karakter di sekolah?

Menurut Ratna Megawangi, Founder Indonesia Heritage Foundation, ada tiga tahap pembentukan karakter:

MORAL KNOWING : Memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik.

MORAL FEELING : Membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.

MORAL ACTION : Bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior

Dengan tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.

Masih menurut Indonesia Heritage Foundation, ada 9 pilar karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri anak:
1. Cinta Allah, dg segenap ciptaanNya
2. Kemandirian ,tanggung jawab
3. Kejujuran, bijaksana
4. Hormat, santun
5. Dermawan, suka menolong, gotong royong
6. Percaya diri, kreatif, bekerja keras
7. Kepemimpinan, keadilan
8. Baik hati, rendah hati
9. Toleransi, Kedamaian, kesatuan


Tips untuk menerapkan pendidikan karakter di sekolah

Berikut adalah tips untuk sukses menerapkan pendidikan berbasis karakter di sekolah:

Memiliki nilai-nilai yang dianut dan disampaikan kepada seluruh stake holder sekolah melalui berbagai media : buku panduan untuk orang tua (dan siswa), news untuk orang tua, pelatihan.
Staf pengajar dan administrasi termasuk tenaga kebersihan dan keamanan mendiskusikan nilai-nilai yang dianut, Nilai-nilai ini merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diyakini sekolah.
Siswa dan guru mengembangkan nilai-nilai yang dianut di kelas masing-masing.

Memberikan dilema-dilema dalam mengajarkan suatu nilai, misalnya tentang kejujuran.

Pembiasaan penerapan nilai di setiap kesempatan.

Mendiskusikan masalah yang terjadi apabila ada pelanggaran.

Mendiskusikan masalah dengan orang tua apabila masalah dengan anak adalah masalah besar atau masalahnya tidak selesai

Dari semua komponen sekolah, yang paling berperan mensukseskan program pendidikan berbasis karakter di sekolah, adalah GURU. Tentunya diperlukan GURU BERKARAKTER untuk menghasilkan SISWA BERKARAKTER. Meski diperlukan kesabaran dan ketekunan, menghasilkan anak didik yang berakhlak dan berkarakter baik tentunya sangat membahagiakan, karena menjadi penyebab seseorang mendapatkan kebaikan itu lebih baik dari dunia dan seisinya!

Sumber: imm.com

Kiprah Putra Pati Unus di wilayah Galuh (Priangan Timur) : Pati Unus (IV)

Minggu, 08 November 2009

Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.
Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam usaha meng islam kan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah Ciamis hingga Sukapura (sekarang Tasikmalaya).
Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam usaha peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir tanpa pertempuran) hingga mencapai daerah Sukapura dibantu keturunan tentara Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan Tasikmalaya yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu) karena didalam pasukan beliau banyak terdapat keturunan Melayu Malaka.
Raden Surya di tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II Pangeran Arya Kemuning atau dipanggil juga Pangeran Kuningan (putra angkat Sunan Gunung Jati, karena putra kandung Pangeran Muhammad Arifin telah wafat) sebagai Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan Cirebon sejak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah Galuh Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada saat 1585-1595 wilayah Sumedang maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan Sumedang Larang. Inilah zaman keemasan Sumedang yang masih sering di dengungkan oleh keturunan Prabu Geusan Ulun dari dinasti Kusumahdinata.
Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati dari Mataram mengirim expedisi hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang meliputi wilayah Ciamis hingga Sukapura jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Raden Suryadiwangsa cucu Pati Unus segera diangkat Panembahan Senopati sebagai Penasehat beliau untuk perluasan wilayah Priangan dan diberi gelar baru Raden Suryadiningrat.
Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.

Kiprah Putra Pati Unus di Banten : Pati Unus (III)

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan . Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.
Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang juga paman beliau sendiri karena Ibunda beliau adalah kakak dari Mawlana Yusuf yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong (sekarang dekat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah hukum Kesultanan Banten.
Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah beliau wafat kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu beliau para Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam ,sebagai cabang dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.