Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Islam. Tampilkan semua postingan

Etika Bisnis Islami

Minggu, 08 November 2009

Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan mencari rizki. Islam menganggap usaha mencari rizki sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang mempunyai kewajiban.
Di dalam Al Qur`an Surat At-Taubah :105
” Dan katakanlah (hai Muhammmad), bekerjalah kamu niscaya Allah melihat pekerjaanmu, juga Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin. Dan kamu akan dikembalikan kepada yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang Nyata. Maka ia memberitahu kepadamu apa yang telah kamu perbuat.”

Rasulullah Bersabda :

” Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang diperoleh dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah Daud as. makan dari hasil usahanya”

Islam memerintahkan manusia agar mengamati yang didalamnya terkandung berbagai sumber kekayaan alam, sebagaimana ia juga menganjurkan untuk memelihara dan mendayagunakannya.
Sebagaimana dalam firman Allah :
” Dan Allah menundukan untukmu apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Sesungguhnya, yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir.”

Tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah menundukan untukmu apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Sesungguhnya, yang demikian itu merupakan tanda-tandabagi kaum yang mau berpikir.

Tetapi dalam melakukan usaha Islam memberikan batasan-batasan, termasuk didalamnya mengharamkan bentuk-bentuk mata pencaharian yang buruk.
Menurut Iwan P. Pontjowinoto, disebutkan bahwa dalam melakukan usahanya, manusia dibatasi aturan. Dan Islam memberikan Syariat (aturan) dalam hal dasar konsep berusaha. Menurut Iwan dasar konsep berusaha yang Islami adalah :
a. Berusaha untuk mengambil yang halal dan yang baik
Allah SWT telah memerintahkan kepada seluruh manusia, bukan hanya orang beriman saja, untuk hanya mengambil sesuatu yang halal dan baik (thoyib). Hal ini sebagaimana termaktub dalam Q. S Al Baqarah 168 :
Hai sekalian manusia, makanlah (ambilah) yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan ; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”

selain itu dalam hadist Rasulullah SAW disebutkan :
”Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Oleh karena itu barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah terbebas (dari kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya……….Ingat! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada sebuah gumpalan, apabila dia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan apabila dia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain ia adalah hati”

sehingga sesungguhnya antara yang halal dan yang haram itu jelas. Dan segala sesuatu yang tidak halal, termasuk yang syubhat, tidak boleh menjadi obyek usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha.
b. Memperoleh hasil usaha hanya melalui perniagaan yang berlaku secara ridho sama ridho karena saling memberi manfaat
” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara ridho sama ridho di antara kamu” (Q. S. An Nisaa : 29)

Kemudian Allah memerintahkan kepada orang yang beriman, jadi tidak kepada seluruh manusia, agar apabila ingin memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya boleh dengan jalan perniagaan (baik barang atau jasa) yang berlaku secara ridho sama ridho. Ridho sama ridho yang dimaksud disini bukan hanya sekedar suka sama suka. Hal ini bisa dijelaskan hadist berikut :
” Nabi Muhammad saw pernah mempekerjakan saudara Bani `Adiy Al Anshariy untuk memungut hasil Khaibar. Maka ia datang dengan membawa kurma Janib (kurma yang paling bagus mutunya) Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya : Apakah semua kurma khaibar seperti ini? Orang tersebut menjawab : Tidak, demi Allah, wahai Nabi Utusan Allah. Saya membelinya satu sha` dengan dua sha` kurma Khaibar (sebagai bayaranya). Nabi Muhammad bersabda : Janganlah berbuat begitu, tetapi tukarkan dulu dengan jumlah yang sama, atau juallah ini (kurma Khaibar) lalu belilah kurma yang baik dengan hasil penjualan (kurma Khaibar) tadi.

Hal ini menjelaskan bahwa harga dalam setiap perniagaan harus mengikuti penilaian (valuasi atau mekanisme ) pasar. Karena penilaian yang dilakukan melalui mekanisme pasar akan memberikan penilaian yang adil. Tentunya selama pasar berjalan wajar. Sehingga kaidah ”ridho sama ridho” yang disaratkan dapat tercapai. Dan untuk memfasilitasi ini diperlukan sarana alat tukar nilai yang disebut uang.
c. Fungsi uang yang utama adalah sebagai alat tukar nilai di dalam transaksi
Imam Ghazali menyatakan ”Uang bagaikan cermin, ia tidak mempunyai warna namun dapat merefleksikan semua warna”. Maksudnya uang itu sendiri seharusnya tidak menjadi obyek (perniagaan ) melainkan, semata-mata untuk merefleksikan nilai dari obyek. Dan bagaikan cermin, uang harus dapat merefleksikan nilai dari obyek (perniagaan) secara jernih dan lengkap.
Dalam syariah Islam, uang semata-mata berfungsi sebagai alat tukar. Karena itu uang diperlukan untuk memperlancar perniagaan. Artinya peran uang sejalan dengan pemakaian uang itu dalam perniagaan. Sehingga bila uang disimpan dan tidak dipakai dalam perniagaan maka masyarakat akan merugi karena perniaagaan akan mengalami hambatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibnu Khaldun ” Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut tetapi ditentukan oleh tingkat produksi di negara tersebut dan akan kemampuan untuk memperoleh neraca perdagangan yang positif”.
d. Berlaku adil dengan menghindari keraguan yang dapat merugikan dan menghindari resiko yang melebihi kemampuan
Dalam perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk pada lawan yang tidak disukai. Hal ini termaktub dalam Al Qur`an.
” Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan takwa.” ( Q. S. Al Ma`idah : 8)

’Sesungguhnya Allah menyuruh adil dan berbuat kebajikan”.(Q.S. An Nahl :90)

” Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan Adil”.(Q S. Al An`am :152)
Berlaku adil akan dekat dengan takwa, karena berlaku tidak adil akan membuat seseorang tertipu pada kehidupan dunia. Sehingga dalam perniagaan, Islam melarang untuk menipu dan membawa kondisi yang dapat menimbulkan keraguan yang dapat menyesatkan (gharar).
e. Menjalankan usaha harus memenuhi semua ikatan yang telah disepakati dan manusia bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
” Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (Q.S. Al Ma`idah :1)
Melihat ayat di atas , menjelaskan Islam mengharuskan dipenuhinya semua ikatan yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus dilaksanakan secara ridho sama ridho, disepakati semua pihak terkait.
Selain itu manusia diciptakan dengan perbedaan, dimana sebagian diberi kelebihan dibandingan sebagian yang lain, dengan tujuan agar manusia dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang baik. Hal ini termaktub dalam :
Q. S. Az Zukhruf :32)
”Kami telah meninggikan antara mereka penghidupan mereka dalam penghidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajad, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmad Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan .”

Diterangkan Ibnu Khaldun bahwa setiap individu tidak dapat dengan sendirinya memperoleh kebutuhan hidupnya. Setiap manusia harus bekerjasama untuk memperoleh kebutuhan hidup dalam peradapannya. So masihkah kita berpengku tangan menunggu belas kasihan orang lain?

ETIKA BISNIS NABI MUHAMMAD SAW

Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis, yang dijalankan seseorang. Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritual, humanisme, kejujuran keseimbangan, dan semangatnya untuk memuaskan mitra bisnisnya. Nilai-nilai di atas telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai Manajer profesional. Implementasi bisnis yang ia lakukan berporos pada nilai-nilai tauhid yang diyakininya. Secara prinsip, ia telah menjadikan empat pilar berikut ini sebagai dasar transaksi ekonominya.

1. Tauhid
Sistem etika Islam, yang meliputi kehidupan manusia di bumi secara keseluruhan, selalu tercermin dalam konsep tauhid yang dalam pengertian absolut, hanya berhubungan dengan Tuhan. Umat manusia tak lain adalah wadah kebenaran, dan harus memantulkan cahaya kemuliaannya dalam semua manifestasi duniawi:

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?. (Fushshilat: 53)


Tauhid, pada tingkat absolut menempatkan makhluk untuk melakukan penyerahan tanpa syarat pada kehendakNya:

Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.". (Yusuf: 40)

Dalam pengertian yang lebih dalam, konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam. Tauhid memadukan di sepanjang garis vertikal segi politik, ekonomi, sosial, dan agama dari kehidupan manusia menjadi suatu kebulatan yang homogen dan konsisten. Tauhid rububiyyah merupakan keyakinan bahwa semua yang ada dialami ini adalah memiliki dan dikuasai oleh Allah SWT. Tauhid uluhiayyah menyatakan aturan darinya dalam menjalankan kehidupan. Kedua diterapkan Nabi Muhammad SAW dalam kegiatan ekonomi, bahwa setiap harta (aset) dalam transaksi bisnis hakekatnya milik Allah swt. Pelaku ekonomi (manusia) hanya mendapatkan amanah mengelola (istikhlaf), dan oleh karenanya seluruh aset dan anasir transaksi harus dikelola sesuai dengan ketentuan pemilik yang hakiki, yaitu Allah swt. Kepeloporan Nabi Muhammad saw. Dalam meninggalkan praktik riba (usury-interest), transaksi fiktif (gharar), perjudian dan spekulasi (Maysir) dan komoditi haram adalah wujud dari keyakinan tauhid ini.

2. Keseimbangan (Adil)

Pandangan Islam mengenai kehidupan berasal dari suatu persepsi Ilahi mengenai keharmonisan alam.

Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah. (Al Mulk: 3-4)

Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al-Qamar : 49).

Keseimbangan atau keharmonisan sosial, tak bersifat statis dalam pengertian suatu dalih untuk status quo, melainkan suatu sifat dinamis yang mengerahkan kekuatan hebat menentang segenap ketidakadilan. Keseimbangan juga harus terwujud dalam kehidupan ekonomi. Sungguh, dalam segala jenis bisnis yang dijalaninya, Nabi Muhammad Saw, menjadikan nilai adil sebagai standard utama. Kedudukan dan tanggung jawab para pelaku bisa ia bangun melalui prinsip “akad yang saling setuju”. Ia meninggalkan tradisi riba dan memasyarakatkan kontrak mudharobah (100% project financing) atau kontrak musyarakah (equity participation), karena sistem “Profit and lost sharing system”.

3. Kehendak Bebas

Salah satu kontribusi Islam yang paling orisinil dalam filsafat sosial adalah konsep mengenai manusia ‘bebas’. Hanya Tuhanlah yang mutlak bebas, tetapi dalam batas-batas skema penciptaan-Nya manusia juga secara bebas. Benar, Kemahatahuan Tuhan meliputi segala kegiatan manusia selama ia tinggal di bumi, tetap kebebasan manusia juga diberikan oleh Tuhan.

Prinsip kebebasan ini pun mengalir dalam ekonomi Islam Prinsip transaksi ekonomi yang menyatakan asas hukum ekonomi adalah halal, seolah mempersilahkan para pelakunya melaksanakan kegiatan ekonomi sesuai yang diinginkan, menumpahkan kreativitas, modifikasi dan ekspansi seluas sebesar-besarnya, bahkan transaksi bisnis dapat dilakukan dengan siapa pun secara lintas agama.

Dalam kaitan ini, kita memperoleh pelajaran yang begitu banyak dari Nabi Muhammad Saw, termasuk skema kerja sama bisnis yang dieksplorasi Nabi Muhammad Saw. Di luar praktek ribawi yang dianut masyarakat masa itu. Model-model usaha tersebut antara lain, mudharabah, musyrakah, murabahah, ‘ijarah, wakalah, salam, istishna, dan lain-lain.

4. Pertanggungjawaban

Selanjutnya, Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menetukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya:


Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS AI-Muddatstsir 3.

Karena keuniver­salan sifat al-'adl, maka setiap individu harus mempertanggung­jawabkan tindakannya. Tak seorang pun dapat lolos dari konse­kuensi perbuatan jahatnya hanya dengan mencari kambing hitam. Manusia kan mendapatkan sesuai dengan apa yang diusahakannya.


Dan tidaklah seseorang berbuat dosa melainkan mudaratnya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tak akan memikul dosa orang lain... (QS Al-An'am :164).

Bukan itu saja, manusia juga dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang berlangsung di sekitarnya. Karena itu, manu­sia telah diperingatkan lebih dahulu.

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antaramu... (QS Al-Anfal :25).

Pertanggungjawaban sepenuhnya atas ketiadaan usaha untuk membentuk masa depan yang lebih baik, juga dipikulkan atas pundak manusia:

Sesungguhnya Allah tak akan mengubah keadaan seseorang sampai mereka mengubah keadaan diri mereka... (QS Al-Ra'd: 11).

Wujud dari etika ini adalah terbangunnya transaksi yang fair dan bertanggungjawab. Nabi menunjukkan integritas yang tinggi dalam memenuhi segenap klausul kontraknya dengan pihak lain seperti dalam hal pelayanan kepada pembeli, pengiriman barang secara tepat waktu, dan kualitas barang yang dikirim. Di samping itu, beliau pun kerap mengaitkan suatu proses ekonomi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Untuk itu, ia melarang diperjualbelikannya produk-produk tertentu (yang dapat merusak masyarakat dan lingkungan).

HIKMAH


Suatu pelajaran yang bisa kita ambil bahwa dalam etika bisnis seseorang harus mencontoh ketauladanan Nabi Muhammad saw bahwa seorang muslim harus mempunyai tauhid yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah swt. Karena semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan harus mematuhi semua aturan yang telah ditentukan olehnya. Seorang muslim harus adil dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi, kebebasan berkehendak bagi seorang muslim yaitu melakukan apa saja dalam melakukan aktivitas ekonomi selama tidak melanggar yang telah ditentukan oleh Allah saw. Termasuk harus menjaga kehalalan barang atau jasa dalam aktivitas bisnis. Seorang muslim harus tanggungjawab yaitu bertanggungjawab dalam segala hal termasuk dalam bidang ekonomi/bisnis. Begitu juga bertanggung jawab atas kebebasan dalam bisnis.