Tampilkan postingan dengan label dinar-dirham. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dinar-dirham. Tampilkan semua postingan

Persyaratan Untuk Menjadi Wakala Dinar Dirham

Rabu, 30 September 2009

Mendirikan Wakala bukanlah satu hal yang sulit, tapi juga bukan hal yang mudah. Secara umum, wakala bukanlah profit center dalam arti jual beli koin akan tetapi lebih kepada memberikan jasa distribusi koin Dinar Dirham dalam kaitannya menegakkan Muamalat dan Rukun Zakat Wakala merupakan layanan bagi distribusi koin Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam.

  1. Muslim
  2. Calon wakala melakukan pengisian form yang disediakan oleh Wakala Induk.
  3. Mengetahui bahwa Wakala Dinar Dirham terkait dengan Syariat Islam dan bersedia untuk mentaatinya
  4. Menjelaskan rencana pengembangan wakala
  5. Tidak menggunakan dana valas ataupun dana terlarang lainnya
  6. Jujur dan Amanah dalam menjalankan kegiatan harian wakala
  7. Mengembalikan form berikut fotokopi KTP, SIM, KK yang masih berlaku.
  8. Wakala dapat berbentuk perseorangan, badan hukum, asosiasi dan yayasan. Akan tetapi tanggung jawab dan pemimpin Wakala haruslah perseorangan, dan dalam kondisi apapun, tidak dapat berubah menjadi badan penanggung jawab atau dewan sebagaimana lazimnya badan hukum.
  9. Proses seleksi awal memakan waktu 1 minggu dimana Wakala Induk akan melakukan pengecekan fisik, wawancara, dan survey tempat
  10. Calon wakala akan dipanggil dan akan dilakukan interview oleh pengurus Wakala Induk
  11. Setelah lulus seleksi akhir, calon Wakala diperkenankan mendirikan Wakala, kemudian mengisi surat perjanjian kerja sama dan surat pernyataan. Calon Wakala, minimal harus menyediakan:
    • Tempat
    • Biaya 1 Dinar sebagai biaya keanggotaan, dan mendapatkan:
      • Buku Kwitansi: 2 buah
      • Buku Kembali ke Dinar: 5 buah
      • Buku Kemilai Investasi Dinar: 5 buah
      • Buku Ilusi Demokrasi 1 buah
      • Brosur
      • Poster
    • 25 Dinar Emas
    • Uang kertas senilai Dinar di atas
    • Perlengkapan telekomunikasi (telepon, telepon genggam dan/atau fax—internet jika ada)
    • Minimal satu orang untuk mengurus operasi dan administrasi
  12. Masa uji coba Wakala adalah 3 bulan, dimana akan dinilai:
    • Aktifitas transaksi
    • Pelayanan kepada masyarakat
    • Ketertiban prosedur dan administrasi

Wakala Induk Nusantara Dinar-Dirham



Wakala Induk Nusantara adalah Wakala Pusat Dinar Dirham yang berfungsi sebagai pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam dengan layanan sebagai berikut:
  • Penukaran IGD dan ISD dengan mata uang rupiah atau logam emas dan perak;
  • Gateway fisik dari e-Dinar;
    • Pembayaran ke vendor 3rd party
    • Transfer antar-pemegang rekening
    • Transfer antar-wakala
  • Jasa penitipan;
  • Payment System
  • Konsultasi qirad dan e-qirad;
  • Kliring
  • Memfasilitasi Market / e-market.
Wakala Induk membawahi Wakala Umum, dan tidak langsung melayani publik. Wakala Induk menyediakan Dinar, Dirham dalam pecahan:

½ Dinar 2.125 gram emas (22 karat, 917, Diameter: 20 mm)
1 Dinar 4.250 gram emas (22 karat, 917, Diameter: 23 mm)
2 Dinar 8.500 gram emas (22 karat, 917, Diameter: 26 mm )
1 Dirham 2.975 gram perak (perak murni, 999, Diameter: 25 mm)
5 Dirham 14.875 gram perak (perak murni, 999, Diameter: 27 mm)

Menunaikan Zakat

Para ulama mengajarkan kepada kita bahwa seluruh ketentuan syari'at yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat (jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya), termasuk untuk zakat, hanya ditetapkan dalam nuqud. Nuqud berarti dinar emas atau dirham perak. Sampai detik ini, kita semua mentaatinya dalam menentukan nisab zakat mal dan zakat perniagaan, yaitu 20 dinar emas (sekitar 85 gram emas) dan 200 dirham perak (sekitar 600 gr perak).

Namun, ketika membayar zakat, mengapa kita abaikan syariatnya? Yakni meninggalkan Dinar Emas atau Dirham Perak, dan menggantinya dengan uang kertas (rupiah, dolar, ringgit, dan sebagainya)?

Berikut adalah Syari'at Zakat sebagaimana telah difatwakan oleh para ulama.

Bagaimana Posisi Madhab Syafi’i?
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:
Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan kaum Muslim mengikuti presedennya dalam emas, baik berdasarkan [kekuatan] hadits yang diriwayatkan kepada kita atau berdasarkan [kekuatan] qiyas bahwa emas dan perak adalah penakar harga yang digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri sebelum kebangkitan Islam dan sesudahnya.

Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam,maupun para penerusnya. Logam-logam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Bagaimana Posisi Madhab Maliki?
Shaykh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab Maliki, secara tegas mengharamkan uang kertas sebagai alat pembayar zakat. Fatwanya:
Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan substansinya sebagai barang berharga (merchandise), maka nisabnya tidak ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar substansi dan jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.

Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.
Maksudnya, sama dengan posisi Imam Syafi’i, (uang) kertas disamakan dengan besi atau tembaga, hanya dapat dinilai berdasar beratnya, sedang nilainya harus ditakar dengan nuqud (dinar atau dirham). Ketiganya terkena zakat hanya bila diperdagangkan, dan tidak sah dipakai sebagai pembayar zakat.

Bagaimana Posisi Madhab Hanafi?
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah, dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid, (memerintah 170H/786M-193H/809M). Ia menegaskan keharaman uang selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:
Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil uang selain emas dan perak, yakni koin yang disebut Sutuqa, dari para pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka. Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya, ia tidak terbuat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang bukan emas dan perak sebagai zakat atau kharaj.
Apa Kesimpulannya?
Dari berbagai fatwa hukum para imam madhhab di atas sangat jelas bahwa zakat harta dan perniagaan tidak dapat dibayarkan kecuali hanya dengan Dinar Emas atau Dirham Perak.

Bagaimana Cara Menghitung dan Membayarkan Zakat dalam Dinar-Dirham?
Bila Anda memiliki harta uang kertas atau turunannya (deposito, saham, cek, dsb), harus Anda takar nisabnya dengan Dinar atau Dirham. Harta yang dihitung hanyalah yang telah memenuhi haul-nya, yakni tersimpan selama setahun. Nisab zakat mal adalah 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Zakatnya adalah 2.5%-nya.

Kewajiban zakat 2.5% dari total harta Anda yang telah tersimpan selama setahun tersebut kemudian ditukarkan dengan salah satu mata uang syar’i ini, Dinar Emas atau Dirham Perak. Dengan Dinar Emas atau Dirham Perak inilah baru Anda dapat membayarkan zakat.

Kegunaan dari Dinar Emas dan Dirham Perak

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:

Harga seekor ayam pada masa Rasulullah, salla’llahu alaihi wa sallam, adalah satu dirham; saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham.

Selama 1,400 tahun nilai inflasinya adalah nol.

Dapatkah kita melihat hal yang sama terhadap dollar atau mata uang lainnya selama 25 tahun terakhir ini?

Terlihat bahkan untuk jangka panjang, sistem mata uang bi-metal terbukti menjadi mata uang yang paling stabil. Ia tetap bertahan, di samping usaha dari berbagai pemerintahan untuk merubahnya menjadi mata uang simbolis yang diwakilkan oleh nilai nominal yang berbeda dengan berat yang dimilikinya.

Keandalan
Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus; ia tidak akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah, dan tidak seperti mata uang nasional, uang emas merupakan sebuah aset yang tidak tergantung kepada janji siapa pun untuk membayar nilai nominalnya.

Portabilitas dan tingkat kerahasiaan dari emas adalah nilai tambah yang penting, akan tetapi lebih daripada itu sebuah fakta yang tidak terelakkan adalah emas merupakan aset nyata dan bukan merupakan hutang.

Semua jenis aset kertas, seperti; surat hutang, saham, dan bahkan deposito bank merupakan pernyataan janji hutang yang akan dibayarkan. Nilainya sangat bergantung kepada kepercayaan penanam modal bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh surat hutang sampah dan mata uang Peso Meksiko, janji yang meragukan akan segera kehilangan nilainya. Emas tidaklah seperti ini. Sebentuk emas bebas dari semua bentuk sistem finansial, dan nilainya telah dibuktikan selama 5,000 tahun sejarah manusia.

Apakah Dinar Emas dan Dirham Perak Itu?

Berdasarkan Hukum Syari’ah Islam…
Dinar Emas Islam memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.
Dirham Perak Islam memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.
Khalif Umar ibn Khattab menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing:
“7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”

Wahyu menyatakan mengenai Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam Wahyu Dinar Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai standar pernghitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) dimana sebuah keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan alat tukar lainnya.

Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan Tabi’in bahwa Dirham menurut syari’ah adalah seberat 10 dirham

Apa saja kegunaan Dinar Islam?
  • Dapat digunakan sebagai simpanan, investasi penjaga nilai
  • Dapat digunakan sebagai pembayar zakat dan mas kawin sebagaimana telah disyaratkan oleh Syari’ah Islam
  • Dapat digunakan untuk perniagaan sebagai alat tukar yang sah
  • Sejarah Singkat Dinar Emas dan Dirham Perak

    Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.

    Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Uthman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.

    Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

    Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.

    Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.

    Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan uamt Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah

    Perjalanan Awal Dinar Dirham di Nusantara

    1992, Granada-Spanyol. Dinar-Dirham pertama dicetak kembali oleh Islamic Mint Spanyol di bawah kewenangan World Islamic Trade Organization (WITO), dengan spesifikasi mengikuti standar yang ditetapkan ‘Umar ibn al-Khattab, yakni Dinar terbuat dari emas 22 karat 4,25 gram dan Dirham dari perak sterling (95%) 2.975 gram. Sejak itu Dinar-Dirham pernah dicetak di Spanyol, Skotlandia, Jerman, Afrika Selatan, Dubai, Indonesia.

    Di tahun 1993, Kurtzman menulis dalam bukunya, “The Death of Money” bahwa konsep uang-kertas telah diputarbalikkan ketika Presiden Nixon melepas dolar AS dari emas yang menyokongnya.

    Turki. Prof ‘Umar Ibrahim Vadillo, pengagas dan pimpinan WITO, menyajikan Dinar-Dirham ke hadapan Dr. Necmettin Erbakan yang menduduki kursi perdana menteri setelah Partai Refah menang Desember 1995. Dr. Erbakan lalu menyatakan akan menjadikan Dinar emas sebagai mata uang nasional. Dalam sebuah Konferensi Islam di mana Istanbul dan Gubernurnya, Recep Tayyib Erdogan, menjadi tuan rumah, Dr. Erbakan meminta Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi naik ke atas panggung dan mengacungkan Dinar ke hadapan warga Istanbul. Aula konferensi serentak menjadi semarak dengan tepukan membahana dan seruan takbir. Sayang, momen itu tak berlangsung lama. Juni 1997, Dr Erbakan jatuh lewat sebuah kudeta yang digalang militer, dan partai Refah dibubarkan Mahkamah Tinggi Konstitusional, Januari 1998.

    1996, Afrika Selatan. Diterbitkan buku “The Return of the Gold Dinar”, disusun oleh ‘Umar Ibrahim Vadillo, oleh penerbit Madinah Press. Buku tersebut memberi penjelasan lengkap, tak hanya mengenai sejarah Dinar-Dirham namun juga bagaimana uang-kertas mempengaruhi harga-harga.

    1996 website pertama e-Dinar, yakni sistem pembayaran elektronik via internet berbasis Dinar emas, diluncurkan. Dengan e-Dinar ini, segala masalah yang timbul seperti ketidakpraktisan mengirim uang dengan Dinar emas dapat diselesaikan.

    1998, Universiti Sains Malaysia, Penang. Dinar emas dan Dirham perak mulai dibahas dalam International Islamic Political Economy Conference (IIPEC) ke-3 yang diresmikan oleh Tun Daim Zainuddin, yang kemudian menjabat Menteri Keuangan.

    1998. Dr Nasir Farid Wasil, Mufti Mesir, menyerukan ekonomi Islam kembali disandarkan kepada emas dan perak, sebagai pengganti dolar Amerika.

    30 Oktober 1998, Chicago. Di hadapan American Muslim Social Scientist, Imad-ad-Dean Ahmad dari Minaret of Freedom Institute menyampaikan pesan pentingnya Dinar dalam moneter Islam.

    Juli 1999, Jakarta. Diadakan seminar bertajuk ”Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter” yang digelar PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan SEM Institute. Hasil seminar itu telah dibukukan dengan judul yang sama.

    2000, Indonesia. Dinar dan Dirham dicetak kembali pertamakalinya di nusantara oleh fuqara shadilliya-darqawiyya (Amir Achmad Adjie, Amir Abbas Firman dan Muqaddem Malik Abdalhaqq) dan Dinar-Dirham mulai diedarkan melalui Islamic Mint Nusantara. orang-orang ini yang juga bergiat menyebarkan ilmu dan amalnya bagaimana menjalankan Dinar-Dirham dan keseluruhan banguanannya, melalui ribat-ribat yang aktif di jakarta dan bandung.

    2000, e-Dinar Ltd. Sebuah institusi swasta berbadan hukum yang mengoperasikan e-Dinar, didirikan di Labuan, Malaysia. Kemudian e-Dinar diluncurkan dalam IIPEC ke-4, yang diselenggarakan ISNET-USM dan diresmikan oleh Deputi Perdana Menteri Malaysia. Kini sebanyak 300,000 orang dari 160 negara telah mulai menggunakannya.

    25 Juni 2001, Kuala Lumpur. Saat meresmikan Simposium Al-Baraka Ke-20 mengenai Ekonomi Islam, Dr. Mahathir Mohamad menyatakan digunakannya Dinar emas sebagai mata uang Muslim dalam Islamic Trading Bloc dan sebagai cadangan nasional negara-negara anggota OKI.

    Juli 2001, Kuala Lumpur. Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi didampingi ‘Umar Vadillo, CEO e-Dinar Ltd., bertemu dengan Dr Mahathir. Kemudian, menjelang penganugerahan gelar doktornya, Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi menyampaikan “Restoration of Fiscal Islam” yang menegaskan Dinar emas dan Dirham perak perlu kembali digunakan dalam sistem moneter.

    November 2001, Dubai. Islamic Mint secara resmi meluncurkan Dinar emas dan Dirham perak di Uni Emirat Arab, dan khalayak dapat memperolehnya di Thomas Cook Rostamani Exchange Company maupun di Dubai Islamic Bank. Dalam kesempatan itu juga ‘Umar Ibrahim Vadillo menekankan perlunya zakat dibayar dengan Dinar.

    24 November 2001, Bandung. “Seminar Dinar-Dirham, solusi krisis mata uang”, diadakan oleh DKM Masjid Unpad, dengan pembicara di antaranya Achmad Iwan Adjie dari Islamic Mint Nusantara dan Zaim Saidi dari PIRAC.

    Maret 2002, Kuala Lumpur. Kembali satu berita gembira saat Dr. Mahathir Mohamad menyatakan bahwa Malaysia telah menyediakan mekanisme penggunaan Dinar emas dan menjadikannya alat pembayaran dalam perdagangan internasional.

    1 Mei 2002, Kuala Lumpur. Perdana Menteri Malaysia, Dr. Mahathir Mohamad, kembali menyatakan bahwa Malaysia sedang menjajagi usaha digunakannya Dinar emas dalam perdagangan dengan tiga negara Asia Barat, dan Maroko, Libya serta Bahrain telah menyatakan tertarik. Beliau juga mengusulkan digunakannya sistem e-Dinar untuk menyiasati perpindahan emas dalam bentuk fisik dalam pembayaran internasional dan dalam hal itu perjanjian bilateral diperlukan.

    Akhir Mei 2002, Medan. Yayasan Dinar Dirham menyelenggarakan seminar bertemakan Dinar-Dirham solusi krisis moneter, dengan pembicara di antaranya Dr. Hakimi, Dr. Zuhaimy, Dr. Abdalhamid Evans, dan O.K. Saidin. Seminar tersebut berhasil menekankan perlunya mekanisme inti yakni suq, qirad dan Dinar untuk kembali kepada ekonomi yang sejati, ekonomi yang lebih menitikberatkan pada pasar, qirad, perdagangan, waqaf, paguyuban dan Dinar emas.

    Agustus 2002, Kuala Lumpur. Dalam seminar “Stable and Just Global Monetary Systems” Mahathir menegaskan digunakannya Dinar emas sebagai alat pembayaran dalam perdagangan bilateral antara Malaysia dan negeri lain mulai pertengahan 2003, dan selanjutnya diperluas menjadi perdagangan multilateral. Kemudian penasihat ekonomi perdana menteri, Tan Sri Nor Mohamed Yakcop, menjelaskan mekanisme penggunaan Dinar emas melalui perjanjian bilateral dan multilateral.

    Oktober 2002. Ketua PIRAC Ir. Zaim Saidi mendirikan Wakala Adina di Jakarta. Sebelumnya, telah berdiri pula Wakala-Islamic Mint Nusantara di Bandung dan Wakala Ribat Jakarta. Fungsi Wakala di antaranya sebagai gerai tukar di mana khalayak dapat berjual-beli, menukar dan menitipkan Dinar-Dirhamnya. Karena fungsinya sebagai wakil dari pemilik Dinar-Dirham, maka Wakala tak boleh meminjamkan Dinar-Dirham maupun memberikan kredit kepada pihak ketiga. Zaim Saidi juga dikenal aktif menulis Dinar-Dirham di berbagai media dan mengisi berbagai seminar dan diskusi.

    2 November 2002, Bandung. Diselenggarakan Semiloka “Dinar dan Dirham sebagai salah satu alternatif Keluar dari Himpitan Krisis”, di Balai Asri Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung. Bertindak sebagai pembicara dalam Semiloka yang diadakan ICMI yakni Dr. Hakimi Ibrahim dari ISNET USM Malaysia, Ketua umum ICMI Adi Sasono, dan pimpinan Islamic Mint Nusantara Amir Achmad Iwan Adjie. Dalam kesempatan itu Adi Sasono mengajak semua pihak menguatkan perekonomian Indonesia supaya tidak bergantung pada negara lain. Salah satunya adalah dengan penggunaan Dinar-Dirham yang stabilitas nilai mata uangnya terjamin.

    22-23 Oktober 2002, Kuala Lumpur. Satu seminar besar lain yang dihadiri negara-negara anggota OKI, yakni “The Gold Dinar in Multilateral Trade”. Dalam seminar itu Bijan Latif, pimpinan Central Bank Iran, mendukung didirikannya sekretariat di Malaysia untuk mengkoordinasikan perkembangan kebijakan Dinar emas. Dr. Mahathir Mohamad juga menyatakan untuk kembali kepada perjanjian Bretton Wood di mana mata uang dunia disandarkan kepada emas.

    21 November 2002, Jakarta. Seminar “Zakat dan Dinar Sebagai Kekuatan Dimensional Ekonomi Bagi Hasil” diselenggarakan di Auditorium Plasa Mandiri dengan pembicara seperti Revrisond Baswir, Iwan Pontjowinoto, Jefril Khalil, Zaim Saidi, dan Eri Sudewo dan lainnya.

    27 November 2002. Dalam satu seminar di Jakarta, ICMI mengusulkan pembayaran haji dengan Dinar. ”Saya mengusulkan kenapa kita tidak merintis sesuatu yang lebih radikal dalam konsep syariah dengan membayar ongkos naik haji menggunakan Dinar saja,” ujar Adi Sasono. Beliau berpendapat, dengan menggunakan Dinar maka spekulasi fluktuasi mata uang ataupun permainan valas dapat dihindari.

    22 Desember 2002, bertempat di Gedung MUI Depok, BMT Al Kautsar, Depok, meluncurkan pemakaian Dinar dan Dirham. Salah satu produk yang dipasarkan dengan Dirham adalah air dalam kemasan MQ. Tiap kardus, berisi 48 gelas air kemasan MQ, dijual oleh AL Kautsar dengan harga 1 Dirham. “Kami ingin menjadikan Dinar dan Dirham sebagai mata uang sejati umat Islam,” ujar Ahmad Saifuddin, Ketua Umum BMT Al Kautsar kepada Republika. Dalam acara tersebut hadir pula perwakilan dari Ahad Net yang menyatakan tengah menjajagi pemakaian Dinar dan Dirham dalam jaringan usahanya.

    24 - 26 Januari 2003, Pontianak. Dalam pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI dan Konferensi Nasional Ekonomi Syariah, Wakil Presiden Hamzah Haz mencanangkan sosialisasi penggunaan mata uang Dinar dan Dirham. Pemasyarakatan penggunaan Dinar-Dirham, terutama dalam pembayaran zakat, transaksi berskala besar dan internasional, akan melibatkan berbagai lembaga keuangan seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), Dompet Dhuafa Republika, PIRAC, Murabitun Nusantara, Yayasan Dinar-Dirham Medan, Masyarakat Syariah, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), maupun Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk). Seusai menutup Konferensi dan Silaknas, mantan ketua umum ICMI Adi Sasono menyatakan ICMI menyarankan penggunaan mata uang Dinar dan Dirham secara bertahap dimulai dari tabungan haji, alat pembayaran zakat, mas kawin, tabungan masa depan (beasiswa). ICMI juga menyerukan agar pemerintah berani mengambil kebijakan politik dalam meningkatkan peran Dinar dan Dirham sebagai cadangan devisa maupun sebagai alat tukar transaksi.

    27 Januari 2003, Jakarta. Menurut ketua Departemen Ekonomi ICMI, Sugiharto, ICMI dan sejumlah institusi lain yang tergabung dalam Forum Gerakan Dinar-Dirham Indonesia (Forindo), seperti MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, Masyarakat Ekonomi Syariah, Asbisindo, dan Forum Zakat Nasional, sedang menyiapkan cetak biru penerapan mata uang Dinar dan Dirham dalam perekonomian Indonesia.

    Januari 2003. Pakar ekonomi dari Universitas Bengkulu (Unib), Prof. Dr. Zulkifli Husin, SE, MSc, menilai penggunaan mata uang Dinar dalam perdagangan luar negeri akan menguntungkan perekonomian Indonesia, karena nilainya relatif stabil.

    Kini, Dinar-Dirham dicetak secara berkesinambungan oleh Islamic Mint Dubai dan Islamic Mint Nusantara, dan digunakan secara pribadi di 22 negara.

    Mulai 2004, Malaysia akan menggunakan Dinar emas sebagai alat tukar dalam perdagangan bilateral Malaysia-Iran.