1992, Granada-Spanyol. Dinar-Dirham pertama dicetak kembali oleh Islamic Mint Spanyol di bawah kewenangan World Islamic Trade Organization (WITO), dengan spesifikasi mengikuti standar yang ditetapkan ‘Umar ibn al-Khattab, yakni Dinar terbuat dari emas 22 karat 4,25 gram dan Dirham dari perak sterling (95%) 2.975 gram. Sejak itu Dinar-Dirham pernah dicetak di Spanyol, Skotlandia, Jerman, Afrika Selatan, Dubai, Indonesia.
Di tahun 1993, Kurtzman menulis dalam bukunya, “The Death of Money” bahwa konsep uang-kertas telah diputarbalikkan ketika Presiden Nixon melepas dolar AS dari emas yang menyokongnya.
Turki. Prof ‘Umar Ibrahim Vadillo, pengagas dan pimpinan WITO, menyajikan Dinar-Dirham ke hadapan Dr. Necmettin Erbakan yang menduduki kursi perdana menteri setelah Partai Refah menang Desember 1995. Dr. Erbakan lalu menyatakan akan menjadikan Dinar emas sebagai mata uang nasional. Dalam sebuah Konferensi Islam di mana Istanbul dan Gubernurnya, Recep Tayyib Erdogan, menjadi tuan rumah, Dr. Erbakan meminta Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi naik ke atas panggung dan mengacungkan Dinar ke hadapan warga Istanbul. Aula konferensi serentak menjadi semarak dengan tepukan membahana dan seruan takbir. Sayang, momen itu tak berlangsung lama. Juni 1997, Dr Erbakan jatuh lewat sebuah kudeta yang digalang militer, dan partai Refah dibubarkan Mahkamah Tinggi Konstitusional, Januari 1998.
1996, Afrika Selatan. Diterbitkan buku “The Return of the Gold Dinar”, disusun oleh ‘Umar Ibrahim Vadillo, oleh penerbit Madinah Press. Buku tersebut memberi penjelasan lengkap, tak hanya mengenai sejarah Dinar-Dirham namun juga bagaimana uang-kertas mempengaruhi harga-harga.
1996 website pertama e-Dinar, yakni sistem pembayaran elektronik via internet berbasis Dinar emas, diluncurkan. Dengan e-Dinar ini, segala masalah yang timbul seperti ketidakpraktisan mengirim uang dengan Dinar emas dapat diselesaikan.
1998, Universiti Sains Malaysia, Penang. Dinar emas dan Dirham perak mulai dibahas dalam International Islamic Political Economy Conference (IIPEC) ke-3 yang diresmikan oleh Tun Daim Zainuddin, yang kemudian menjabat Menteri Keuangan.
1998. Dr Nasir Farid Wasil, Mufti Mesir, menyerukan ekonomi Islam kembali disandarkan kepada emas dan perak, sebagai pengganti dolar Amerika.
30 Oktober 1998, Chicago. Di hadapan American Muslim Social Scientist, Imad-ad-Dean Ahmad dari Minaret of Freedom Institute menyampaikan pesan pentingnya Dinar dalam moneter Islam.
Juli 1999, Jakarta. Diadakan seminar bertajuk ”Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter” yang digelar PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan SEM Institute. Hasil seminar itu telah dibukukan dengan judul yang sama.
2000, Indonesia. Dinar dan Dirham dicetak kembali pertamakalinya di nusantara oleh fuqara shadilliya-darqawiyya (Amir Achmad Adjie, Amir Abbas Firman dan Muqaddem Malik Abdalhaqq) dan Dinar-Dirham mulai diedarkan melalui Islamic Mint Nusantara. orang-orang ini yang juga bergiat menyebarkan ilmu dan amalnya bagaimana menjalankan Dinar-Dirham dan keseluruhan banguanannya, melalui ribat-ribat yang aktif di jakarta dan bandung.
2000, e-Dinar Ltd. Sebuah institusi swasta berbadan hukum yang mengoperasikan e-Dinar, didirikan di Labuan, Malaysia. Kemudian e-Dinar diluncurkan dalam IIPEC ke-4, yang diselenggarakan ISNET-USM dan diresmikan oleh Deputi Perdana Menteri Malaysia. Kini sebanyak 300,000 orang dari 160 negara telah mulai menggunakannya.
25 Juni 2001, Kuala Lumpur. Saat meresmikan Simposium Al-Baraka Ke-20 mengenai Ekonomi Islam, Dr. Mahathir Mohamad menyatakan digunakannya Dinar emas sebagai mata uang Muslim dalam Islamic Trading Bloc dan sebagai cadangan nasional negara-negara anggota OKI.
Juli 2001, Kuala Lumpur. Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi didampingi ‘Umar Vadillo, CEO e-Dinar Ltd., bertemu dengan Dr Mahathir. Kemudian, menjelang penganugerahan gelar doktornya, Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi menyampaikan “Restoration of Fiscal Islam” yang menegaskan Dinar emas dan Dirham perak perlu kembali digunakan dalam sistem moneter.
November 2001, Dubai. Islamic Mint secara resmi meluncurkan Dinar emas dan Dirham perak di Uni Emirat Arab, dan khalayak dapat memperolehnya di Thomas Cook Rostamani Exchange Company maupun di Dubai Islamic Bank. Dalam kesempatan itu juga ‘Umar Ibrahim Vadillo menekankan perlunya zakat dibayar dengan Dinar.
24 November 2001, Bandung. “Seminar Dinar-Dirham, solusi krisis mata uang”, diadakan oleh DKM Masjid Unpad, dengan pembicara di antaranya Achmad Iwan Adjie dari Islamic Mint Nusantara dan Zaim Saidi dari PIRAC.
Maret 2002, Kuala Lumpur. Kembali satu berita gembira saat Dr. Mahathir Mohamad menyatakan bahwa Malaysia telah menyediakan mekanisme penggunaan Dinar emas dan menjadikannya alat pembayaran dalam perdagangan internasional.
1 Mei 2002, Kuala Lumpur. Perdana Menteri Malaysia, Dr. Mahathir Mohamad, kembali menyatakan bahwa Malaysia sedang menjajagi usaha digunakannya Dinar emas dalam perdagangan dengan tiga negara Asia Barat, dan Maroko, Libya serta Bahrain telah menyatakan tertarik. Beliau juga mengusulkan digunakannya sistem e-Dinar untuk menyiasati perpindahan emas dalam bentuk fisik dalam pembayaran internasional dan dalam hal itu perjanjian bilateral diperlukan.
Akhir Mei 2002, Medan. Yayasan Dinar Dirham menyelenggarakan seminar bertemakan Dinar-Dirham solusi krisis moneter, dengan pembicara di antaranya Dr. Hakimi, Dr. Zuhaimy, Dr. Abdalhamid Evans, dan O.K. Saidin. Seminar tersebut berhasil menekankan perlunya mekanisme inti yakni suq, qirad dan Dinar untuk kembali kepada ekonomi yang sejati, ekonomi yang lebih menitikberatkan pada pasar, qirad, perdagangan, waqaf, paguyuban dan Dinar emas.
Agustus 2002, Kuala Lumpur. Dalam seminar “Stable and Just Global Monetary Systems” Mahathir menegaskan digunakannya Dinar emas sebagai alat pembayaran dalam perdagangan bilateral antara Malaysia dan negeri lain mulai pertengahan 2003, dan selanjutnya diperluas menjadi perdagangan multilateral. Kemudian penasihat ekonomi perdana menteri, Tan Sri Nor Mohamed Yakcop, menjelaskan mekanisme penggunaan Dinar emas melalui perjanjian bilateral dan multilateral.
Oktober 2002. Ketua PIRAC Ir. Zaim Saidi mendirikan Wakala Adina di Jakarta. Sebelumnya, telah berdiri pula Wakala-Islamic Mint Nusantara di Bandung dan Wakala Ribat Jakarta. Fungsi Wakala di antaranya sebagai gerai tukar di mana khalayak dapat berjual-beli, menukar dan menitipkan Dinar-Dirhamnya. Karena fungsinya sebagai wakil dari pemilik Dinar-Dirham, maka Wakala tak boleh meminjamkan Dinar-Dirham maupun memberikan kredit kepada pihak ketiga. Zaim Saidi juga dikenal aktif menulis Dinar-Dirham di berbagai media dan mengisi berbagai seminar dan diskusi.
2 November 2002, Bandung. Diselenggarakan Semiloka “Dinar dan Dirham sebagai salah satu alternatif Keluar dari Himpitan Krisis”, di Balai Asri Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung. Bertindak sebagai pembicara dalam Semiloka yang diadakan ICMI yakni Dr. Hakimi Ibrahim dari ISNET USM Malaysia, Ketua umum ICMI Adi Sasono, dan pimpinan Islamic Mint Nusantara Amir Achmad Iwan Adjie. Dalam kesempatan itu Adi Sasono mengajak semua pihak menguatkan perekonomian Indonesia supaya tidak bergantung pada negara lain. Salah satunya adalah dengan penggunaan Dinar-Dirham yang stabilitas nilai mata uangnya terjamin.
22-23 Oktober 2002, Kuala Lumpur. Satu seminar besar lain yang dihadiri negara-negara anggota OKI, yakni “The Gold Dinar in Multilateral Trade”. Dalam seminar itu Bijan Latif, pimpinan Central Bank Iran, mendukung didirikannya sekretariat di Malaysia untuk mengkoordinasikan perkembangan kebijakan Dinar emas. Dr. Mahathir Mohamad juga menyatakan untuk kembali kepada perjanjian Bretton Wood di mana mata uang dunia disandarkan kepada emas.
21 November 2002, Jakarta. Seminar “Zakat dan Dinar Sebagai Kekuatan Dimensional Ekonomi Bagi Hasil” diselenggarakan di Auditorium Plasa Mandiri dengan pembicara seperti Revrisond Baswir, Iwan Pontjowinoto, Jefril Khalil, Zaim Saidi, dan Eri Sudewo dan lainnya.
27 November 2002. Dalam satu seminar di Jakarta, ICMI mengusulkan pembayaran haji dengan Dinar. ”Saya mengusulkan kenapa kita tidak merintis sesuatu yang lebih radikal dalam konsep syariah dengan membayar ongkos naik haji menggunakan Dinar saja,” ujar Adi Sasono. Beliau berpendapat, dengan menggunakan Dinar maka spekulasi fluktuasi mata uang ataupun permainan valas dapat dihindari.
22 Desember 2002, bertempat di Gedung MUI Depok, BMT Al Kautsar, Depok, meluncurkan pemakaian Dinar dan Dirham. Salah satu produk yang dipasarkan dengan Dirham adalah air dalam kemasan MQ. Tiap kardus, berisi 48 gelas air kemasan MQ, dijual oleh AL Kautsar dengan harga 1 Dirham. “Kami ingin menjadikan Dinar dan Dirham sebagai mata uang sejati umat Islam,” ujar Ahmad Saifuddin, Ketua Umum BMT Al Kautsar kepada Republika. Dalam acara tersebut hadir pula perwakilan dari Ahad Net yang menyatakan tengah menjajagi pemakaian Dinar dan Dirham dalam jaringan usahanya.
24 - 26 Januari 2003, Pontianak. Dalam pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI dan Konferensi Nasional Ekonomi Syariah, Wakil Presiden Hamzah Haz mencanangkan sosialisasi penggunaan mata uang Dinar dan Dirham. Pemasyarakatan penggunaan Dinar-Dirham, terutama dalam pembayaran zakat, transaksi berskala besar dan internasional, akan melibatkan berbagai lembaga keuangan seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), Dompet Dhuafa Republika, PIRAC, Murabitun Nusantara, Yayasan Dinar-Dirham Medan, Masyarakat Syariah, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), maupun Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk). Seusai menutup Konferensi dan Silaknas, mantan ketua umum ICMI Adi Sasono menyatakan ICMI menyarankan penggunaan mata uang Dinar dan Dirham secara bertahap dimulai dari tabungan haji, alat pembayaran zakat, mas kawin, tabungan masa depan (beasiswa). ICMI juga menyerukan agar pemerintah berani mengambil kebijakan politik dalam meningkatkan peran Dinar dan Dirham sebagai cadangan devisa maupun sebagai alat tukar transaksi.
27 Januari 2003, Jakarta. Menurut ketua Departemen Ekonomi ICMI, Sugiharto, ICMI dan sejumlah institusi lain yang tergabung dalam Forum Gerakan Dinar-Dirham Indonesia (Forindo), seperti MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, Masyarakat Ekonomi Syariah, Asbisindo, dan Forum Zakat Nasional, sedang menyiapkan cetak biru penerapan mata uang Dinar dan Dirham dalam perekonomian Indonesia.
Januari 2003. Pakar ekonomi dari Universitas Bengkulu (Unib), Prof. Dr. Zulkifli Husin, SE, MSc, menilai penggunaan mata uang Dinar dalam perdagangan luar negeri akan menguntungkan perekonomian Indonesia, karena nilainya relatif stabil.
Kini, Dinar-Dirham dicetak secara berkesinambungan oleh Islamic Mint Dubai dan Islamic Mint Nusantara, dan digunakan secara pribadi di 22 negara.
Mulai 2004, Malaysia akan menggunakan Dinar emas sebagai alat tukar dalam perdagangan bilateral Malaysia-Iran.
Di tahun 1993, Kurtzman menulis dalam bukunya, “The Death of Money” bahwa konsep uang-kertas telah diputarbalikkan ketika Presiden Nixon melepas dolar AS dari emas yang menyokongnya.
Turki. Prof ‘Umar Ibrahim Vadillo, pengagas dan pimpinan WITO, menyajikan Dinar-Dirham ke hadapan Dr. Necmettin Erbakan yang menduduki kursi perdana menteri setelah Partai Refah menang Desember 1995. Dr. Erbakan lalu menyatakan akan menjadikan Dinar emas sebagai mata uang nasional. Dalam sebuah Konferensi Islam di mana Istanbul dan Gubernurnya, Recep Tayyib Erdogan, menjadi tuan rumah, Dr. Erbakan meminta Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi naik ke atas panggung dan mengacungkan Dinar ke hadapan warga Istanbul. Aula konferensi serentak menjadi semarak dengan tepukan membahana dan seruan takbir. Sayang, momen itu tak berlangsung lama. Juni 1997, Dr Erbakan jatuh lewat sebuah kudeta yang digalang militer, dan partai Refah dibubarkan Mahkamah Tinggi Konstitusional, Januari 1998.
1996, Afrika Selatan. Diterbitkan buku “The Return of the Gold Dinar”, disusun oleh ‘Umar Ibrahim Vadillo, oleh penerbit Madinah Press. Buku tersebut memberi penjelasan lengkap, tak hanya mengenai sejarah Dinar-Dirham namun juga bagaimana uang-kertas mempengaruhi harga-harga.
1996 website pertama e-Dinar, yakni sistem pembayaran elektronik via internet berbasis Dinar emas, diluncurkan. Dengan e-Dinar ini, segala masalah yang timbul seperti ketidakpraktisan mengirim uang dengan Dinar emas dapat diselesaikan.
1998, Universiti Sains Malaysia, Penang. Dinar emas dan Dirham perak mulai dibahas dalam International Islamic Political Economy Conference (IIPEC) ke-3 yang diresmikan oleh Tun Daim Zainuddin, yang kemudian menjabat Menteri Keuangan.
1998. Dr Nasir Farid Wasil, Mufti Mesir, menyerukan ekonomi Islam kembali disandarkan kepada emas dan perak, sebagai pengganti dolar Amerika.
30 Oktober 1998, Chicago. Di hadapan American Muslim Social Scientist, Imad-ad-Dean Ahmad dari Minaret of Freedom Institute menyampaikan pesan pentingnya Dinar dalam moneter Islam.
Juli 1999, Jakarta. Diadakan seminar bertajuk ”Dinar Emas, Solusi Krisis Moneter” yang digelar PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan SEM Institute. Hasil seminar itu telah dibukukan dengan judul yang sama.
2000, Indonesia. Dinar dan Dirham dicetak kembali pertamakalinya di nusantara oleh fuqara shadilliya-darqawiyya (Amir Achmad Adjie, Amir Abbas Firman dan Muqaddem Malik Abdalhaqq) dan Dinar-Dirham mulai diedarkan melalui Islamic Mint Nusantara. orang-orang ini yang juga bergiat menyebarkan ilmu dan amalnya bagaimana menjalankan Dinar-Dirham dan keseluruhan banguanannya, melalui ribat-ribat yang aktif di jakarta dan bandung.
2000, e-Dinar Ltd. Sebuah institusi swasta berbadan hukum yang mengoperasikan e-Dinar, didirikan di Labuan, Malaysia. Kemudian e-Dinar diluncurkan dalam IIPEC ke-4, yang diselenggarakan ISNET-USM dan diresmikan oleh Deputi Perdana Menteri Malaysia. Kini sebanyak 300,000 orang dari 160 negara telah mulai menggunakannya.
25 Juni 2001, Kuala Lumpur. Saat meresmikan Simposium Al-Baraka Ke-20 mengenai Ekonomi Islam, Dr. Mahathir Mohamad menyatakan digunakannya Dinar emas sebagai mata uang Muslim dalam Islamic Trading Bloc dan sebagai cadangan nasional negara-negara anggota OKI.
Juli 2001, Kuala Lumpur. Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi didampingi ‘Umar Vadillo, CEO e-Dinar Ltd., bertemu dengan Dr Mahathir. Kemudian, menjelang penganugerahan gelar doktornya, Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi menyampaikan “Restoration of Fiscal Islam” yang menegaskan Dinar emas dan Dirham perak perlu kembali digunakan dalam sistem moneter.
November 2001, Dubai. Islamic Mint secara resmi meluncurkan Dinar emas dan Dirham perak di Uni Emirat Arab, dan khalayak dapat memperolehnya di Thomas Cook Rostamani Exchange Company maupun di Dubai Islamic Bank. Dalam kesempatan itu juga ‘Umar Ibrahim Vadillo menekankan perlunya zakat dibayar dengan Dinar.
24 November 2001, Bandung. “Seminar Dinar-Dirham, solusi krisis mata uang”, diadakan oleh DKM Masjid Unpad, dengan pembicara di antaranya Achmad Iwan Adjie dari Islamic Mint Nusantara dan Zaim Saidi dari PIRAC.
Maret 2002, Kuala Lumpur. Kembali satu berita gembira saat Dr. Mahathir Mohamad menyatakan bahwa Malaysia telah menyediakan mekanisme penggunaan Dinar emas dan menjadikannya alat pembayaran dalam perdagangan internasional.
1 Mei 2002, Kuala Lumpur. Perdana Menteri Malaysia, Dr. Mahathir Mohamad, kembali menyatakan bahwa Malaysia sedang menjajagi usaha digunakannya Dinar emas dalam perdagangan dengan tiga negara Asia Barat, dan Maroko, Libya serta Bahrain telah menyatakan tertarik. Beliau juga mengusulkan digunakannya sistem e-Dinar untuk menyiasati perpindahan emas dalam bentuk fisik dalam pembayaran internasional dan dalam hal itu perjanjian bilateral diperlukan.
Akhir Mei 2002, Medan. Yayasan Dinar Dirham menyelenggarakan seminar bertemakan Dinar-Dirham solusi krisis moneter, dengan pembicara di antaranya Dr. Hakimi, Dr. Zuhaimy, Dr. Abdalhamid Evans, dan O.K. Saidin. Seminar tersebut berhasil menekankan perlunya mekanisme inti yakni suq, qirad dan Dinar untuk kembali kepada ekonomi yang sejati, ekonomi yang lebih menitikberatkan pada pasar, qirad, perdagangan, waqaf, paguyuban dan Dinar emas.
Agustus 2002, Kuala Lumpur. Dalam seminar “Stable and Just Global Monetary Systems” Mahathir menegaskan digunakannya Dinar emas sebagai alat pembayaran dalam perdagangan bilateral antara Malaysia dan negeri lain mulai pertengahan 2003, dan selanjutnya diperluas menjadi perdagangan multilateral. Kemudian penasihat ekonomi perdana menteri, Tan Sri Nor Mohamed Yakcop, menjelaskan mekanisme penggunaan Dinar emas melalui perjanjian bilateral dan multilateral.
Oktober 2002. Ketua PIRAC Ir. Zaim Saidi mendirikan Wakala Adina di Jakarta. Sebelumnya, telah berdiri pula Wakala-Islamic Mint Nusantara di Bandung dan Wakala Ribat Jakarta. Fungsi Wakala di antaranya sebagai gerai tukar di mana khalayak dapat berjual-beli, menukar dan menitipkan Dinar-Dirhamnya. Karena fungsinya sebagai wakil dari pemilik Dinar-Dirham, maka Wakala tak boleh meminjamkan Dinar-Dirham maupun memberikan kredit kepada pihak ketiga. Zaim Saidi juga dikenal aktif menulis Dinar-Dirham di berbagai media dan mengisi berbagai seminar dan diskusi.
2 November 2002, Bandung. Diselenggarakan Semiloka “Dinar dan Dirham sebagai salah satu alternatif Keluar dari Himpitan Krisis”, di Balai Asri Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung. Bertindak sebagai pembicara dalam Semiloka yang diadakan ICMI yakni Dr. Hakimi Ibrahim dari ISNET USM Malaysia, Ketua umum ICMI Adi Sasono, dan pimpinan Islamic Mint Nusantara Amir Achmad Iwan Adjie. Dalam kesempatan itu Adi Sasono mengajak semua pihak menguatkan perekonomian Indonesia supaya tidak bergantung pada negara lain. Salah satunya adalah dengan penggunaan Dinar-Dirham yang stabilitas nilai mata uangnya terjamin.
22-23 Oktober 2002, Kuala Lumpur. Satu seminar besar lain yang dihadiri negara-negara anggota OKI, yakni “The Gold Dinar in Multilateral Trade”. Dalam seminar itu Bijan Latif, pimpinan Central Bank Iran, mendukung didirikannya sekretariat di Malaysia untuk mengkoordinasikan perkembangan kebijakan Dinar emas. Dr. Mahathir Mohamad juga menyatakan untuk kembali kepada perjanjian Bretton Wood di mana mata uang dunia disandarkan kepada emas.
21 November 2002, Jakarta. Seminar “Zakat dan Dinar Sebagai Kekuatan Dimensional Ekonomi Bagi Hasil” diselenggarakan di Auditorium Plasa Mandiri dengan pembicara seperti Revrisond Baswir, Iwan Pontjowinoto, Jefril Khalil, Zaim Saidi, dan Eri Sudewo dan lainnya.
27 November 2002. Dalam satu seminar di Jakarta, ICMI mengusulkan pembayaran haji dengan Dinar. ”Saya mengusulkan kenapa kita tidak merintis sesuatu yang lebih radikal dalam konsep syariah dengan membayar ongkos naik haji menggunakan Dinar saja,” ujar Adi Sasono. Beliau berpendapat, dengan menggunakan Dinar maka spekulasi fluktuasi mata uang ataupun permainan valas dapat dihindari.
22 Desember 2002, bertempat di Gedung MUI Depok, BMT Al Kautsar, Depok, meluncurkan pemakaian Dinar dan Dirham. Salah satu produk yang dipasarkan dengan Dirham adalah air dalam kemasan MQ. Tiap kardus, berisi 48 gelas air kemasan MQ, dijual oleh AL Kautsar dengan harga 1 Dirham. “Kami ingin menjadikan Dinar dan Dirham sebagai mata uang sejati umat Islam,” ujar Ahmad Saifuddin, Ketua Umum BMT Al Kautsar kepada Republika. Dalam acara tersebut hadir pula perwakilan dari Ahad Net yang menyatakan tengah menjajagi pemakaian Dinar dan Dirham dalam jaringan usahanya.
24 - 26 Januari 2003, Pontianak. Dalam pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) ICMI dan Konferensi Nasional Ekonomi Syariah, Wakil Presiden Hamzah Haz mencanangkan sosialisasi penggunaan mata uang Dinar dan Dirham. Pemasyarakatan penggunaan Dinar-Dirham, terutama dalam pembayaran zakat, transaksi berskala besar dan internasional, akan melibatkan berbagai lembaga keuangan seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), Dompet Dhuafa Republika, PIRAC, Murabitun Nusantara, Yayasan Dinar-Dirham Medan, Masyarakat Syariah, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), maupun Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk). Seusai menutup Konferensi dan Silaknas, mantan ketua umum ICMI Adi Sasono menyatakan ICMI menyarankan penggunaan mata uang Dinar dan Dirham secara bertahap dimulai dari tabungan haji, alat pembayaran zakat, mas kawin, tabungan masa depan (beasiswa). ICMI juga menyerukan agar pemerintah berani mengambil kebijakan politik dalam meningkatkan peran Dinar dan Dirham sebagai cadangan devisa maupun sebagai alat tukar transaksi.
27 Januari 2003, Jakarta. Menurut ketua Departemen Ekonomi ICMI, Sugiharto, ICMI dan sejumlah institusi lain yang tergabung dalam Forum Gerakan Dinar-Dirham Indonesia (Forindo), seperti MUI, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, Masyarakat Ekonomi Syariah, Asbisindo, dan Forum Zakat Nasional, sedang menyiapkan cetak biru penerapan mata uang Dinar dan Dirham dalam perekonomian Indonesia.
Januari 2003. Pakar ekonomi dari Universitas Bengkulu (Unib), Prof. Dr. Zulkifli Husin, SE, MSc, menilai penggunaan mata uang Dinar dalam perdagangan luar negeri akan menguntungkan perekonomian Indonesia, karena nilainya relatif stabil.
Kini, Dinar-Dirham dicetak secara berkesinambungan oleh Islamic Mint Dubai dan Islamic Mint Nusantara, dan digunakan secara pribadi di 22 negara.